Senin, 16 November 2015

Budaya Berbicara

Budaya berbicara adalah salah satu bentuk kesopanan dan tata krama manusia, khususnya di Indonesia yang menganut budaya timur yang sangat kental dengan kesopanannya. Tapi belakangan ini semakin majunya teknologi dan globalisasi manusia sudah tidak menerapkan lagi budaya kesopanan dalam berbicara terutama di Negara Indonesia. Banyak sekarang orang orang yang berbicara kasar, bukan hanya kalangan orang dewasa tapi sekarang anak kecil pun sudah mengerti dan sudah mulai berbicara kata kata kasar. Entah dari siapa mereka diajarkan seperti itu. Tapi factor itu semua mungkin didasari oleh factor lingkungan.

Misalkan saja ada seseorang yang bermain dengan orang orang yang sudah biasa berbicara bahasa kotor, jadi lama kelamaan orang itu pun akan terbiasa berbahasa itu. Sebaiknya anak anak di usia kecil jangan diajari untuk berbicara kasar, karna itu tidak baik untuk psikologis mereka. Mereka akan terbiasa berbicara seperti itu sampai mereka dewasa. Seharusnya para orang tua menjaga anak anak mereka supaya bergaul dengan orang orang yang tidak terbiasa berbicara kasar.

Sebagai Negara yang menganut budaya timur sebaiknya kita tetap melestarikan budaya sopan santun agar budaya kita tidak dapat rusak dengan hal hal seperti itu.

Beberapa faktor penyebab hilangnya budaya berbicara sopan di Indonesia:

  1. faktor lingkungan : faktor lingkungan sangat berpengaruh ketika seseotang berbicara kasar.
  2. faktor pendidikan : pendidikan yang kurang pada anak-anak menyebabkan mereka tidak tahu mana kata- kata yang pantas diucapkan mana yang tidak.
  3. faktor perhatian : beberapa orang yang kurang mendapat perhatian dari orang tua, biasanya anak-anak ini akan mulai mencoba hal-hal baru.
sumber: http://dheaandraa.blogspot.co.id/2012/05/budaya-berbicara.html

Budaya Saling Menghargai

Seperti yang sudah kita pelajari, masyarakat Indonesia sangat beragam. Ada banyak suku, bangsa, bahasa, adat istiadat, dan kesenian di Indonesia.  Budaya menghargai menjadi sikap langka dan mahal untuk dilakukan di negeri ini. Lemahnya budaya menghargai tidak terlepas dari miskinnya pendidikan karakter yang tertanam pada masyarakat kita. Terutama karakter yang ditanamkan oleh orang tua kepada anak-anaknya semenjak dini.

“Tidak menghargai” sudah menjadi budaya ketidaksadaran kita, budaya yang muncul karena perbedaan kasta, suku, bangsa dan agama. Krisis menghargai terjadi karena kita dibutakan oleh ego, pengalaman, pangkat dan jabatan kita sehingga menganggap remeh orang lain yang pengalaman, posisi atau pendidikannya di bawah kita. Yang tua tidak menghargai pendapat yang muda, sehingga dipandang sebelah mata, begitupula yang mempunyai gelar serjana menganggap rendah yang tidak bergelar dan yang bergelar pun ingin dihargai karena gelarnya yang di anggap sakral dan keramat. 

Tahukah Anda bahwa orang lain akan lebih menghargai orang yang menghargai mereka? Nah, sebelum kita menuntut orang lain menghargai kita, kita perlu terlebih dahulu menghargai mereka. Kuncinya hanya satu: buat orang lain merasa penting dan berharga. Lalu bagaimana cara agar kita dapat menghargai orang lain? Caranya adalah sebagai berikut :
1.      Kenali Orang-orang Sekitar
Tiap hari kita berinteraksi dengan orang lain. Orang-orang yang paling sering berhubungan dengan kita adalah mereka yang berada di sekitar kita: keluarga, dan tetangga. Nah, kenali orang-orang di sekitar kita. Perhatikan bahwa kita memiliki persamaan dan perbedaan dengan mereka. Dengan demikian akan lebih mudah bagi kita untuk bekerja sama dengan mereka dan menghargai mereka.
2.      Fokus pada Kelebihan
Seringkali kita lebih fokus pada kesalahan dan kekurangan orang lain. Hal ini menyebabkan kita sulit sekali menghargai mereka. Sebaliknya, karena kita selalu memperhatikan kekurangan orang lain, orang lain pun menjadi enggan berinteraksi dan bekerja sama dengan kita karena mereka merasa enggan jika selalu merasa “dipermalukan”. Yang perlu kita ubah adalah fokus kita: coba fokuskan perhatian kita terlebih dulu pada kelebihan orang lain, kita akan mendapatkan hasil yang luar biasa.
3.      Bangun Hubungan Saling Percaya
Ternyata hukum timbal balik memang berlaku dalam hidup ini. Jika kita tidak memercayai orang lain, mereka pun tidak akan memercayai kita. Sebaliknya, jika kita memercayai orang lain, orang lain akan memercayai kita.

Contohnya yang sering kita lihat dalam kehidupan sehari – hari adalah salah satu dalam bidang pendidikan. Dalam bidang pendidikan yakni pada saat proses pembelajaran. Dimana seorang guru yang sedang menjelaskan pelajaran di didepan kelas, semua murid harus menyimak dengan baik, karena dengan menyimak penjelasan dari guru itu salah satu proses menghargai seseorang dan contoh seperti ini juga harus dilaksanakan oleh para mahasiswa terhadap dosen. Selain dari contoh diatas banyak sekali contoh yang lainm terdapat ketika kita dalam rapat ( musyawarah ). Didalam rapat tersebut , ada seseorang yang mengeluarkan sebuah opini atau pendapat tentang masalah tertentu, lalu jika seseorang sedang menjelaskan pendapatnya kita tidak boleh memotong pembicaraan orang tersebut karena itu tidak baik dan itu bukan contoh kita menghargai seseorang yang sedang berbicara.

Kita harus saling menghargai kepada sesama karena semua orang pasti ingin dihargai, karena prinsip menghargai akan mampu membawa  seseorang pada sebuah motivasi yang lebih positif. Namun apabila kata menghargai ini diabaikan begitu saja, tidak menutup kemungkinan akan timbul kebencian dan kedengkian dari diri seseorang.

Kita harus menghargai antar umat beragama, antar budaya orang lain agar timbul persatuan dan kesatuan. Yang sesuai dengan “Bhineka Tunggal Ika” meskipun berbeda-beda namun tetap satu.
Semoga kita bisa menjadi manusia yang saling menghargai, bukan hanya menghargai orang lain, tetapi juga menghargai budaya sendiri, menghargai karya orang lain, menghargai pahlawannya, menghargai keyakinan orang lain, menghargai bangsanya sendiri, dan menghargai agama serta Tuhannya. Mari kita budayakan sikap menghargai, karena menghargai itu mudah, semudah kita ingin dihargai orang lain.


sumber: http://satriosite.blogspot.co.id/2012/07/budaya-saling-menghargai.html

Budaya Buang Sampah pada Tempatnya

Mendengungkan perihal untuk mengemas dan membuang sampah pada tempatnya sepertinya harus dilakukan terus menerus atau bahkan dibuatkan flyer atau sepanduk permanen dijalan – jalan. Kebiasaan membuang sampah pada tempatnya harus menjadi perhatian dalam penanaman pada masyarakat yang terus beregenarasi agar mencintai kebersihan lingkungannya dan terlepas dari masalah – masalah yang disebabkan oleh Sampah seperti banjir, penyakit gangguan pencernaan yang disebabkan oleh kuman dan berbagai macam penyakit kulit. 

Membereskan dan membuang sampah pada tempatnya harus ditanamkan sebagai suatu hal yang dibiasakan, dicintai serta menjadi kesadaran bukan suatu hal yang menyebalkan atau menjadikan hal yg malas bagi diri kita. Kebiasaan untuk menahan diri membuang sampah saat belum menemukan tempat sampah harus juga dicontohkan, saling menegur dan dijadikan budaya dalam kehidupan sehari – hari. 

Selain Himbauan, Pendidikan mengenai sampah perlu juga menjadi perhatian karena beberapa sampah bisa bermanfaat baik bagi lingkungan ataupun didaur ulang untuk menjadi sesuatu yang berharga. Sebagai pengetahuan sampah menurut sifatnya terbagi menjadi dua, yakni sampah organik dan sampah Non Organik.

  1. sampah organik : sampah yang bisa mengalami pelapukan dan terutai
  2. sampah non organik : sampah yang dihasilkan dari bahan-bahan non hayati
Kreatifitaspun tumbuh untuk membangun budaya membuang sampah pada tempatnya, saat ini hadir berbagai macam tempat sampah yang unik dengan bentuk yang menarik bahkan dengan tulisan informatif merupakan salah satu cara yang menarik minat dan perhatian khususnya anak2 sebagai media edukasi untuk membuang sampah di tempat yang telah disediakan.

Dijalanan banyak ditemui himbauan yang dipasang yang bertujuan untuk memberi informasi agar buanglah sampah pada tempatnya, namun media himbauan itu relative kecil dan hanya berupa tulisan yang kadang hanya dapat dibaca jika kita berhenti saat mengendarai kendaraan ataupun berjalan kaki tak jarang keadaan media2 tersebut sudah tidak terawat itu kontras sekali dengan papan reklame yang besar dijalanan yang berisi iklan produk / foto artis. Reklame besar di jalan – jalan tak jarang ditemui belum berisi iklan produk yang terpampang atau masih kosong dan mengalami masa tunggu / menganggur, sebenarnya jika kita peka papan reklame besar tersebut dapat dimanfaatkan sebagai media himbauan seperti halnya menghimbau atau mengedukasi masyarakat tentang berbagai budaya positif seperti halnya membuang sampah pada tempatnya tanpa merugikan pemilik reklame. Bagaimana bs tanpa merugikan pemilik reklame ?, saat reklame besar ini tidak terpakai/saat produk iklan yg menyewa habis tayang kemudian dilepas dan mengalami masa tunggu, pemilik reklame seyogyanya tidak membiarkan papan reklame tersebut dengan kain putih atau hanya tulisan yang berisi space available namun seyogayanya pemilik Rekalme harus memiliki pengganti iklan tersebut / penutup (bisa berupa kain atau reklame pengganti) yang dipasang dan berisi himbauan positif atau nilai2 budaya yang mengedukasi masyarakat dikemas dengan menarik serta informatif dan tak lupa memberikan informasi pula kalau papan reklame tersebut masih tersedia untuk disewa / dipasang iklan.

sumber: http://www.kompasiana.com/penakoe/membudayakan-membuang-sampah-pada-tempatnya_54f8c307a33311553b8b45db

Budaya Membaca

Minat baca orang Indonesia tebilang sangat rendah dibandingkan dengan negara-negara lain, Indonesia jauh tertinggal. Hal ini tidak mengherankan karena sejak kecil kita tidak dididik orang tua kita untuk mencintai buku. Kalau diberi uang saku maka anak Indonesia, biasanya akan memakainya untuk membeli makanan (jajan). Itu sebabnya uang saku lebih sering dikenal dengan sebutan "uang jajan", karena memang tujuannya untuk membeli makanan. Jarang anak dididik untuk menggunakan uang sakunya untuk sesuatu yang lain, misalnya untuk menyewa buku atau membeli alat tulis atau buku. Hal-hal tersebut dianggap otomatis tugas orang tua untuk menyediakannya. Anak tidak diajar dari kecil untuk bertanggung jawab terhadap kebutuhannya sendiri. Alasan lain kenapa anak tidak menginginkan buku, karena harga buku sering tidak terjangkau oleh "uang jajan" anak tadi.

Oleh karena itu untuk memungkinkan anak mencintai buku dan memiliki minat membaca, maka orang dewasa harus terlibat dengan memberi teladan dan membantu mengusahakan penyediaan buku bacaan bagi mereka. Sebetulnya sikap "mencintai buku" (minat baca) biasanya lahir dari rumah. Jika orang tuanya, atau orang dewasa yang tinggal serumah, ternyata mencintai buku dan senang membaca, maka hampir bisa dipastikan anak juga akan gampang "tertular", seperti kata pepatah (buah jatuh tidak jauh dari pohonnya). Jika orang tua senang membaca maka dengan mudah buku-buku akan dijumpai di berbagai tempat di rumah dan anak-anak jadi terbiasa melihat buku, sehingga jika anak sedang tidak memiliki aktivitas lain, mereka akan lari ke buku sebagai tempat untuk menghibur diri.

Para orangtua diharapkan ikut berpartisipasi menggerakkan anak-anaknya untuk menumbuhkan minat membaca. Sebab, anak-anak yang tumbuh dengan minat baca tinggi diyakini akan tumbuh menjadi generasi yang berkualitas. Menumbuhkan minat baca pada anak merupakan langkah untuk menciptakan generasi yang berkualitas di kemudian hari. Budaya baca harusnya selalu dikembangkan, dengan demikian, akan menjadi kebutuhan hidup dan minat baca hendaknya dibudayakan dari usia dini karena apabila telah dewasa penanaman budaya baca akan lebih sulit diterapkan. Sejarah mengajarkan bahwa bangsa yang maju adalah bangsa yang yg gemar membaca, oleh karena itu, otomatis kecerdasan dan wawasan ilmu pengetahuan dan teknologi kian bertambah sehingga terjadi peningkatan kualitas sumberdaya manusia (SDM) yang diperlukan untuk upaya pembangunan yang berkesinambungan dan berkelanjutan.

Di samping itu, orang tua juga perlu menetapkan jam wajib baca. Tiap anggota keluarga, baik orangtua maupun anak-anak diminta untuk mematuhinya. Di tengah kesibukan di luar rumah, semestinya orangtua menyisihkan waktunya untuk membaca buku, atau sekadar menemani anak-anaknya membaca buku. Dengan begitu, anak-anak akan mendapatkan contoh teladan dari kedua orang tuanya secara langsung.

Pengaruh Televisi dan Games
Kebiasaan anak-anak menonton televisi atau main games ternyata jauh lebih besar ketimbang kebiasaan anak-anak membaca buku. Hal ini tejadi karena televisi dan games mempunyai pengaruh yang kuat pada anak-anak. Seperti kita ketahui televisi dan games membuat anak ingin terus menonton/bermain tanpa pernah merasa puas. Perkembangan teknologi (games) yang kian pesat juga berdampak terhadap kebiasaan anak-anak. Saat ini, anak-anak lebih cenderung menghabiskan waktu luangnya dengan menonton televisi dan bermain games yang semakin marak dan inovatif. Kendati televisi bukan media interaktif bagi anak-anak, tetapi televisi termasuk media yang sangat diminati. Hal ini karena televisi bersifat audio visual, mampu menghadirkan kajadian, peristiwa, atau khayalan yang tak terjangkau panca indera dalam ruangan atau kamar anak-anak. Televisi juga mampu mengingat 50 persen dari apa yang mereka lihat dan dengar dari apa yang ditayangkan sekilas.

Mungkin Anda bertanya, bukankah televisi juga menyajikan berita dan informasi yang juga bisa menambah wawasan? Memang betul, tapi dibanding dengan buku (atau bahan bacaan lainnya), televisi memiliki sejumlah kelemahan. Pakar komunikasi, Jalaluddin Rahmat, memberikan beberapa argumentasi. Pertama, televisi adalah sebuah kegiatan yang orientasinya betul-betul bisnis. Karena itu informasi dalam televisi akan cenderung disajikan dan dikemas dalam bentuk-bentuk yang menarik, tidak terlalu sulit, sederhana, dan mengandung unsur human interest. Kedua, televisi hanya memberikan informasi sekilas, instan. Karena sekilas, tidak mungkin televisi memberikan presentasi yang mendalam tentang sesuatu hal. Televisi tidak akan memberikan informasi secara mendalam sehingga kita bisa melakukan refleksi. Setali tiga uang dengan nasib buku, perpustakaan tampaknya belum populer di mata masyarakat. Dapat dibandingkan, misalnya, frekuensi kunjungan anak-anak yang kelak akan menjadi tulang punggung bangsa, ke mall atau rental playstation dibandingkan ke perpustakaan. Mana yang lebih tinggi? Atau berapa banyak koleksi kaset lagu yang mereka miliki dibandingkan koleksi buku?

Disamping itu, menonton adalah kegiatan yang bersifat pasif, cenderung enjoy, dan tidak membangun unsur konseptual. Menonton hampir tidak membutuhkan "proses berfikir". Menonton hanya mendapatkan hiburan! Berbeda dengan menonton, membaca dapat memantapkan kemampuan pemikiran konseptual yang tercermin dari kegiatan merumuskan kata atau ungkapan yang mewakili gejala dalam kenyataan hidup. Maka jangan heran jika jam nonton/bermain anak Indonesia masih lebih tinggi jika dibandingkan dengan jam belajar/baca, tentunya karena mereka lebih banyak menghabiskan waktunya untuk menonton acara televisi dan bermain games. Data yang dikeluarkan BPS tahun 2006 menunjukan, bahwa masyarakat Indonesia belum menjadikan kegiatan membaca sebagai sumber utama mendapatkan informasi. Masyarakat lebih memilih menonton televisi (85,9%) dan/atau mendengarkan radio (40,3%) ketimbang membaca koran (23,5%) (sumber: www.bps.go.id).

Tidak dapat dipungkiri bahwa untuk meningkatkan budaya baca tidaklah mudah, banyak faktor-faktor penghambatnya. Mengapa minat baca di Indonesia rendah? Pertama, proses pembelajaran di Indonesia belum membuat anak-anak/siswa harus membaca, atau mencari informasi/pengetahuan lebih dari apa yang diajarkan, Kedua, banyaknya jenis hiburan, permainan (games) dan tayangan televisi yang mengalihkan perhatian anak-anak dan orang dewasa dari buku. Ketiga, banyak tempat hiburan untuk menghabiskan waktu seperti taman rekreasi, tempat karoke, night club, mall, supermarket dan lain-lain. Keempat, budaya baca memang belum diwariskan secara maksimal oleh nenek moyang. Kita terbiasa mendengar dan belajar dari berbagai dongeng, kisah, adat istiadat secara verbal disampaikan orang tua, tokoh masyarakat penguasa zaman dulu, anak-anak mendengarkan dongeng secara lisan, dimana tidak ada pembelajaran (sosialisasi) secara tertulis, jadi mereka tidak terbiasa mencapai pengetahuan melalui bacaan, dan Kelima, sarana untuk memperoleh bacaan, seperti perpustakaan atau taman bacaan, masih merupakan barang aneh dan langka.

Sarana Pendukung
Ada banyak faktor yang menyebabkan kemampuan membaca anak-anak Indonesia tergolong rendah, seperti ketiadaan sarana dan prasarana, khususnya perpustakaan dengan buku-buku yang bermutu dan memadai. Bisa dibayangkan, bagaimana aktivitas membaca anak-anak kita tanpa adanya buku-buku bermutu. Untuk itulah, ketiadaan sarana dan prasarana, khususnya perpustakaan dengan buku-buku bermutu menjadi suatu keniscayaan bagi kita. Kita semua tahu bahwa perpustakaan merupakan gudangnya ilmu dan informasi bacaan, baik yang berkaitan dengan dunia pendidikan maupun pengetahuan umum, sehingga keberadaan perpustakaan di lingkungan kita dirasakan sangat penting. Dengan adanya perpustakaan, kita dapat mudah mencari referensi atau rujukan sumber ilmu yang sedang dipelajarinya, dengan demikian kita dapat mengembangkan wacana serta wawasan yang lebih luas.

Peran serta pemerintah dan masyarakat dalam menggalakkan minat baca dengan berbagai fasilitas seperti taman baca atau perpustakaan keliling, kalau perlu dilakukan di setiap taman kota yang ada, dan selayaknya didaerah-daerah dibangun perpustakaan. Selain itu, pemerintah dapat bekerjasama dengan swasta dalam meningkatkan sarana dan prasarana yang ada di perpusatakan, misalnya melalui pemilihan lokasi yang strategis, tempat yang reperesentatif (tenang dan nyaman), sarana yang memadai, petugas yang melayani, hari dan jam buka yang panjang, penambahan jumlah koleksi buku serta jenis buku yang sesuai dengan minat pembaca, serta promosi dan sosialisasi kepada warga yang menarik agar mereka mengerti betul apa arti pentingnya budaya membaca. Semakin besar peluang masyarakat untuk membaca melalui fasilitas yang tersebar, semakin besar pula stimulasi membaca sesama warga masyarakat. Dengan mengetahui pentingnya (manfaat) budaya membaca, marilah kita canangkan budaya gemar membaca untuk diri kita sendiri, keluarga dan masyarakat sekitar. Mampukah kita...?


sumber: http://m.adicita.com/artikel/218-Ciptakan-Budaya-Membaca-Sejak-Dini 
           

Budaya Merokok

Di Indonesia merokok merupakan suatu hal yang wajar, dilihat dari kemudahan untuk mendapat rokok dan berbagai kalangan  masyarakat yang terbiasa untuk merokok. Mulai dari orang tua, anak muda sampai balita di Indonesia ada yang sudah pernah merokok ataupun kecanduan dengan rokok. Yang paling memprihatinkan adalah balita yang merokok. Salah satu balita tersebut ada yang sampai menghabiskan satu bungkus rokok sehari. Dari kecil sudah merokok bagaimana nanti dengan kesehatan tubuhnya di masa depan. Seseorang yang mulai merokok pada saat dewasa saja banyak yang mengalami gangguan kesehatan apalagi dari balita yang sistem kerja tubuhnya masih mengalami perkembangan.

 Kebiasaan merokok ini kebanyakan karena orangtua mereka sudah terbiasa merokok di depan mereka dan hal tersebut menjadi lumrah dilakukan. Dari faktor lingkungan teman juga mempengaruhi, biasanya teman-teman yang merokok selalu mengajak teman yang lain untuk merokok dan menurut mereka tidak keren dan tidak solid apabila yang diajak merokok menolak dan yang tadinya tidak pernah merokok pun iseng-iseng mencoba untuk merokok.

 “Dari 16 negara yang menyelenggarakan "Global Adults Tobacco Survey" (GATS), Indonesia memiliki jumlah perokok aktif terbanyak dengan prevalensi 67 persen laki-laki dan 2,7 persen pada wanita atau 34,8 persen penduduk (sekitar 59,9 juta orang)” dikutip dari republika.co.id. Jumlah tersebut menunjukkan bahwa merokok telah menjadi budaya bagi masyarakat padahal merokok itu sangat berbahaya bagi kesehatan pribadi, lingkungan dan masyarakat sekitarnya. Indonesia merupakan negara yang persentasenya paling besar diantara negara lain seperti India, Singapura. 

Merokok merupakan suatu kebiasaan yang harus dihentikan. Banyak bahaya yang mengancam kesehatan si perokok maupun orang-orang di lingkungan sekitarnya. Mengapa berbahaya? Karena di dalam rokok terdapat zat-zat antara lain:
  1. Nikotin : zat ini mengandung candu yang bisa menyebabkan seseorang ketagihan
  2. Tar : bahan dasar pembuatan aspal yang dapat menempel pada paru-paru
  3. Karbon Monoksida : gas yang bisa menimbulkan penyakit jantung
  4. Zat Karsinogen : memicu pertumbuhan sel kanker dalam tubuh
  5. Zar Iritan : mengotori saluran udara dan kantung udara dalam paru-paru
Beberapa penyakit akibat zat-zat tersebut:
  • kanker
  • penyakit jantung dan pembulu darah
  • gangguan pernafasan
  • gangguan janin
“Menurut Pemerhati Sosial dan Politik Indonesia HI UMY yang juga Pengurus Muhammadiyah Tobacco Control Center (MTCC) UMY, Dra. Mutia Hariati Hussin, M.Si, alasan yang didengungkan oleh kelompok yang pro terhadap rokok tersebut sangatlah salah kaprah. Kelompok yang pro terhadap rokok mengatakan bahwa rokok membantu pendapatan negara, memang betul adanya. Akan tetapi pendapatan negara bukan hanya didapat dari satu sektor saja, selain sektor tembakau Indonesia mempunyai sektor yang sangat banyak dan lebih besar memberikan pemasukan terhadap pendapatan negara.” Dikutip dari hi.umy.ac.id 

Ya memang diberikan lapangan kerja tetapi mereka juga diberikan rokok yang sama halnya seperti racun. Racun yang “membunuh” secara perlahan-lahan namun pasti. 

Tapi kita tidak bisa menghakimi masyarakat yang sudah terlanjur kecanduan rokok. Berikan pengertian kepada yang merokok untuk menghentikan kebiasaannya agar merokok bukan menjadi budaya yang turun-temurun.


sumber: http://www.kompasiana.com/bela_ps/budaya-merokok_552a53bb6ea834f719552d0c

Budaya Balap Liar

Remaja adalah masa-masa seseorang mencari jati dirinya. Ada yang dengan hal positif dan ada yang dengan hal negatif. Contoh hal yang negatif adalah balap liar. Tentu sepertinya sudah biasa kita mendengarnya. Mungkin hampir di setiap tempat ada yang melakukan ini. dan rata-rata yang melakukannya adalah para remaja.

Biasanya mereka menggunakan uang sebagai barang taruhannya. Demi uang mereka rela menaruhkan nyawa mereka. Tentu balap liar sangat bahya. Mengapa? Karena mereka balapan tidak di tempat yang seharusnya. Mereka balapan di jalan raya yang umum dipakai orang untuk berlalu lalang. Tentu bukan hanya membahayakan diri sendiri namun juga orang lain.

Mereka biasanya beraksi saat tengah malam dimana jalanan lenggang dan sepi. Tak jarang ketika mereka sedang melakukan atraksinya, polisi datang dan menangkap mereka untuk di periksa. Tak jarang ada yang berhasil lolos dari kejaran polisi ataupun saat ditangkap ia akan membeberkan alasan supaya tidak di tangkap.

Walaupun mereka tau itu bahaya, tapi mereka tetap melakukan kegiatan itu. Padahal mereka bisa merugikan diri sendiri dan orang lain. Tidak jarang ketika mereka sedang balap liar, mereka terjatuh atau bahkan mengalami tabrakan yang bisa mengambil nyawa mereka. Jadi bagi para remaja baik wanita maupun pria, jika menyukai olahraga balap, kalian tentu bisa balapan di tempat yang sudah dibikin khusus untuk balapan.

Budaya Mencontek

Tindakan mencontek sudah lumrah di lakukan di Indonesia. Apalagi di kalangan pelajar ataupun mahasiswa.
cheating atau mencontek dalam wiki diartikan sebagai tindakan bohong, curang, penipuan guna memperoleh keuntungan tertentu dengan mengorbankan kepentingan orang lain.
Mencontek itu banyak contohnya .. seperti siswa atau mahasiswa yang di beri tugas untuk membuat makalah oleh guru atau dosenya, mereka pasti memanfaatkan kecanggihan teknologi yaitu internet, disayangkan mereka langsung men-copy-paste tanpa memahami isinya.. parahnya mereka tidak memberikan sumber (link) yang memuat materi tersebut.
tidak hanya copy-paste saja wujud dari mencontek. Banyak orang menduga bahwa maraknya korupsi di Indonesia sekarang ini memiliki korelasi dengan kebiasaan menyontek yang dilakukan oleh pelakunya pada saat dia mengikuti pendidikan.
Sekolah-sekolah yang permisif terhadap perilaku nyontek dengan berbagai bentuknya, sudah semestinya ditandai sebagai sekolah berbahaya, karena dari sekolah-sekolah semacam inilah kelak akan lahir generasi masa depan pembohong dan penipu yang akan merugikan banyak orang.  Secara psikologis, mereka yang melakukan perilaku nyontek pada umumnya memiliki kelemahan dalam perkembangan moralnya, mereka belum memahami dan menyadari mana yang baik dan buruk dalam berperilaku. Selain itu, perilaku nyontek boleh jadi disebabkan pula oleh kurangnya harga diri dan rasa percaya diri (ego weakness). Padahal kedua aspek psikologi inilah yang justru lebih penting dan harus dikembangkan melalui pendidikan untuk kepentingan keberhasilan masa depan siswanya. Akhirnya, apa pun alasannya perilaku nyontek khususnya yang terjadi pada saat Ujian Nasional harus dihentikan.

sumber: https://nanadh.wordpress.com/talks-about/pendidikan/budaya-mencontek/ atau  AKHMAD SUDRAJAT

Budaya Macet

Bukan hal yang asing lagi jika di Jakarta dan wilayah sekitarnya macet. Mungkin setiap saat. Tidak pagi, siang bahkan malam. Apalagi ketika malam minggu di beberapa tempat yang menjadi tujuan orang berlibur akan macet luar biasa. Bahkan jarak yang dekatpun memerlukan waktu tempuh berjam-jam.

Ada beberapa penyebab kemacetan yaitu:
  • arus yang melewati jalan telah melampaui kapasitas jalan
  • terjadi kecelakaan lalu lintas
  • terjadi banjir
  • ada perbaikan jalan
  • adanya parkir liar dari sebuah kegiatan
  • pasar tumpah
Beberapa dampak negatif kemacetan yaitu:
  • kerugian waktu
  • pemborosan energi
  • keausan kendaraan lebih tinggi
  • meningkatkan polusi udara
  • meningkatkan stress pengguna jalan
  • mengganggu kelancaran kendaraan darurat
Tentu setiap masalah pasti ada pemecahannya. Berikut beberapa pemecahan permasalahan kemacetan:
  1. peningkatan kapasitas : langkah awal adalah meningkatkan kapasitas jalan/prasarana seperti: memperlebar jalan, merubah sirkulasi lalu lintas menjadi satu arah, meningkatkan kapasitas persimpangan melalui lampu lalu lintas, mengembangkan intelegent transport sistem.
  2. keberpihakan kepada angkutan umum : langkah ini biasanya tidak populer tetapi bila kemacetan semakin parah harus dilakukan manajemen lalu lintas yang lebih ekstrem seperti: pembatasan penggunaan kendaraan pribadi menuju suatu kawasan tertentu, pembatasan pemilikan kendaraan pribadi melalui peningkatan biaya pemilikian kendaraan, pembatasan lalu lintas tertentu memasuki kawasan/ jalan tertentu.
sumber: http://windaypermatasari.blogspot.co.id/2012/01/budaya-macet.html

Budaya Antri

Budaya antri di Indonesia sepertinya hanya tinggal kenangan saja. mengapa? Coba kita lihat saja di jalan raya, banyak pengemudi yang tidak mau antri, saling serobot, membunyikan klakson tanpa henti. Bahkan di lampu merah pun mereka tidak sabar untuk berhenti meski cuma beberapa menit. 

Entah sejak kapan kelakuan ini dianggap sebagai hal yang wajar. Antrian di kasir ataupun loket pembayaran pun tak jauh berbeda. Dengan tanpa rasa bersalah beberapa dari mereka merebut antrian yg sudah rapi. Kadang kala malah menggunakan anak kecil untuk menerobos antrian, karena mungkin orang dewasa yang lagi antri akan merasa iba dengan anak kecil tersebut.

Sepertinya budaya untuk mengantri memang sudah menjadi barang mahal di negeri ini. Sejatinya kita semua belajar etika, termasuk etika mengantri dari sejak dini. Apa jadinya jika sejak dini anak diajari menyerobot mengambil hak orang lain.

Rasanya setiap orang tanpa kecuali tidak ada yang mau jika haknya diambil orang lain, karena itu kita harus menghargai hak-hak orang lain. Budaya mengantri ini mestinya diajarkan orang-orang terdekat dalam hal ini orang tua ataupun guru. Orang tua ataupun guru yang mengajari anaknya menerobos atau bahkan mengambil hak orang lain agaknya perlu disekolahkan ulang ke tingkat sekolah dasar.

Budaya mengantri di negeri ini mungkin menjelang luntur, namun bisa kita bangkitkan kembali dengan mengajarkan pada orang-orang terdekat kita, tentunya dengan tidak lupa untuk mendisiplinkan diri sendiri untuk menghormati hak orang lain. Menanamkan pada lingkungan terdekat kita akan budaya malu yang harus tetap kita pelihara, malu jika kita berbuat salah, malu jika kita mengambil hak orang lain.


sumber: http://www.kompasiana.com/www.lilaesty.com/budaya-antri-di-negeri-ini_552fd00a6ea834183f8b468b

Minggu, 18 Oktober 2015

Kebudayaan Bali

Seperti yang kita semua tau, negara Indonesia adalah negara yang memiliki banyak pulau. Karena itu, Indonesia memiliki banyak suku, bahasa, dan termasuk budaya. Pada kesempatan ini saya memilih untuk membeberkan kebudayaan dari daerah yang terkenal dengan wisata mancanegaranya. Yaitu Bali.

Bali merupakan salah satu pulau di Indonesia yang beribukotakan Denpasar. Bali merupakan pulau yang dikenal dengan sebuatan pulau dewata. Dan merupakan salah satu pulau yang meruapakan surga wisata yang memiliki daya tarik berwisata baik untuk wisatawan asing maupun wisatawan lokal karena daerahnya memiliki keindahan yang sangat menarik bagi para wisatawan. Masyarakat pulau ini sebagian besar memeluk agama Hindu. Tidak hanya keindahan daerahnya saja yang menarik bawa wisatawan namun juga keaneka ragaman kesenian serta kebudayaan yang ada di Bali pun menarik untuk dikenal lebih jauh oleh para wisatawan.

KEBUDAYAAN BALI

Pakaian adat Bali
Bali memiliki banyak varian dari pakaian adatnya. Untuk perempuan yang masih remaja menggunakan sanggul gonjer, Sedangkan perempuan atau wanita dewasa menggunakan sanggul tagel, kemudian menggunakan sesentang atau kemben songket, Kain wastra, Sabuk prada (stagen) untuk membelit pinggul dan dada, Selendang songket bahu ke bawah, Kain tapih atau sinjang, di sebelah dalam, Beragam ornamen perhiasan, Sering pula dikenakan kebaya, kain penutup dada, dan alas kaki sebagai pelengkap. Untuk pria menggunakan ikat kepala atau udeg lalu menggunakan selendang pengikat atau umpal, kain kampuh, kain wastra, keris, sabuk, kemeja atau jas, serta ornament yang digunakan untuk menghiasi penampilan sang pria.


Rumah adat Bali
Rumah adat Bali harus sesuai dengan aturan Asta Kosala Kosali ajaran yang terdapat pada kitab suci Weda yang mengatur soal tata letak sebuah bangunan yang hampir mirip dengan ilmu Feng Shui dalam ajaran Budaya China. Rumah adat Bali harus memenuhi aspek pawongan (manusia / penghuni rumah), pelemahan (lokasi / lingkungan) dan yang terahir parahyangan.

Pada umumnya rumah Bali di penuhi dengan pernak-pernik hiasan, ukiran serta warna yang alami lalu patung-patung symbol ritual. Bangunan Rumah Adat Bali terpisah-pisah manjadi banyak bangunan-bangunan kecil - kecil dalam satu area yang disatukan oleh pagar yang mengelilinginya. Seiring perkembangan jaman mulai ada perubahan pada bangunan dimana bangunannya  tidak lagi terpisah-pisah.



Tari Bali
Bali memiliki beragam tarian yang tentunya dapat mempesona siapa saja yang menontonnya. tidak hanya para kaum wanita saja yang menari, tetapi kaum priapun bisa ikut menari. Macam-macam jenis tarian daerah Bali :

Tari Pendet
Tari pendet pada awalnya merupakan tari pemujaan yang banyak diperagakan di pura, tempat ibadah umat Hindu di Bali. Tarian ini melambangkan penyambutan atas turunnya dewata ke alam dunia. Seiring perkembangan zaman, para seniman Bali mengubah tari Pendet sebagai tari "ucapan selamat datang", meski tetap mengandung suasana yang sakral-religius. Pencipta/koreografer bentuk modern tari ini adalah I Wayan Rindi.




Tari Panji Semirang
Keistimewaan tarian ini yaitu, karena tarian ini menggambarkan tentang pengembaraan seorang laki-laki namun di tarikan oleh penari wanita. Tari Panji Semirang sendiri adalah tarian yang menggambarkan seorang putri raja bernama Galuh Candrakirana, yang menyamar menjadi seorang laki-laki setelah kehilangan suaminya. Dalam pengembaraannya ia mengganti namanya menjadi Raden Panji.



Tari Condong
Tarian ini merupakan tarian yang cukup sulit untuk diragakan dan tarian ini memiliki durasi panjang. Tarian ini adalah tarian klasik Bali yang memiliki gerakan yang sangat kompleks dan menggambarkan seorang abdi Raja.



Tari Kecak
Tarian ini merupakan tarian yang sangat terkenal dari daerah Bali. Tarian ini dimainkan oleh puluhan laki-laki yang duduk baris melingkar. Tarian ini menggambarkan kisah Ramayana saat barisan kera membantu Rama melawan Rahwana. Lagu tari Kecak diambil dari ritual tarian sanghyang yaitu tradisi tarian yang penarinya akan berada pada kondisi tidak sadar, melakukan komunikasi dengan Tuhan atau roh para leluhur dan kemudian menyampaikan harapan-harapannya kepada masyarakat.



Alat Musik Daerah
Bali memiliki alat musik tradisional yang khas dari daerah ini, alat musik ini merupakan alat musik peninggalan turun menurun leluhur mereka, dan berikut beberapa alat musik tradisional Bali :

Gamelan Bali
Sama seperti daerah lain di Indonesia yang memiliki alat musik gamelan, Bali pun memiliki alat musik gamelan. Namun gamelan Bali ini memiliki perbedaan dengan gamelan daerah lain salah satunya yaitu ritme yang dimainkan pada gamelan Bali berjenis ritme yang cepat.


Rindik
Rindik merupakan alat musik khas Bali yang terbuat dari bambu yang bernada selendro. Alat musik ini dimainkan oleh 2 sampai 4 orang, 2 orang menabuh rindik sisanya meniup seruling. Alat musik ini digunakan untuk pementasan tarian jogged bumbung dan untuk acara pernikahan.



Adat Kebudayaan Bali

Upacara Potong gigi
Upacara potong gigi ini wajib dilakukan oleh laki-laki dan wanita yang beranjak dewasa yang di tandai datangnya menstruasi untuk wanita dan membesarnya suara untuk laki-laki. Potong gigi bukan berarti gigi dipotong hingga habis, melainkan hanya merapikan atau mengikir enam gigi pada rahang atas, yaitu empat gigi seri dan dua taring kiri dan kanan yang dipercaya untuk menghilangkan enam sifat buruk yang melekat pada diri seseorang, yaitu kama (hawa nafsu), loba (tamak), krodha (amarah), mada (mabuk), moha (bingung), dan matsarya (iri hati atau dengki).



Upacara Kematian
Masyarakat Bali selalu mengadakan upacara kematian di saat ada seseorang atau kerabat yang meninggal dunia. Upacara kematian ini dikenal dengan nama upacara ngaben. Upacara ini merupakan upacara pembakaran bagi orang yang sudah meninggal. Pada intinya upacara ini untuk mengembalikan roh leluhur (orang yang sudah meninggal) ke tempat asalnya. Seorang Pedanda mengatakan manusia memiliki Bayu, Sabda, Idep, dan setelah meninggal Bayu, Sabda, Idep itu dikembalikan ke Brahma, Wisnu, Siwa selaku Dewa yang dipercaya oleh masyarakat atau umat hindu khususnya masyarakat hindu Bali.




Sumber:
http://khantydwi.blogspot.co.id/2013/06/kesenian-dan-kebudayaan-bali.html

https://id.wikipedia.org/wiki/Tari_Pendet

http://www.dboenes.com/tari-panji-semirang-dari-bali/


Minggu, 04 Oktober 2015

5 Definisi Antropologi dan 2 Biografi Ahli di Bidang Antropologi

5 Definisi Antropologi:

1. Menurut Rafl dan Harry: Antropologi adalah ilmu yang mempelajari tentang manusia dan semua yang dikerjakan oleh manusia.

2. Menurut David Hunter: Antropologi adalah ilmu yang lahir dari keingin tahuan tentang umat manusia yang tidak terbatas.

3. Menurut Zerhun Dodda: Antropologi adalah ilmu yang mempelajari tentang manusia.

4. Menurut William A. Haviland: Antropologi adalah studi tentang umat manusia, yang berusaha menyusun generalalisasi yang bermanfaat tentang manusia dari perilakunya  serta untuk memperoleh pengetahuan yang lengkap tentang keanekaragaman manusia itu sendiri.

5. Antropologi adalah salah satu cabang ilmu sosial yang mempelajari tentang budaya masyarakat suatu etnis tertentu.

2 Biografi Ahli di Bidang Antropologi

1. Franz Boas (1858 – 1942)

Franz Boas dihormati sebagai pendiri antropologi modern dan bapak antropologi Amerika yang lahir pada tanggal 9 Juli 1858 di Jerman.

Ia menerima gelar doktor dalam fisika dan post-doktoral di bidang geografi.

Boas dikenal sebagai orang pertama yang menerapkan metode ilmiah dalam mempelajari masyarakat dan kebudayaan manusia.

Dia mempelajari secara ekstensif budaya Indian Kwakiutl. Boas menyatakan bahwa koleksi data dari setiap aspek adalah unsur yang penting untuk memahami suatu budaya masyarakat.

Hasil karyanya yang terkenal termasuk The Mind of Primitive Man (1911), Anthropology and Modern Life (1928), dan Race, Language, and Culture (1940).


2.  Claude Lévi-Strauss (1908-2009)

Lahir pada tanggal 28 November 1908 di Paris, Claude Lévi-Strauss belajar tentang hukum dan filsafat.

Meskipun ia melanjutkan studi lebih lanjut dalam bidang filsafat, antropologi struktural menjadi minat utamanya.

Karya besarnya meliputi Structural Anthropology (1958), Totemism (1962), The Raw and the Cooked (1969), dan The Savage Mind (1972).

Levi-Strauss mengembangkan teori berlawanan biner, misalnya, baik vs buruk, mentah vs matang, dan lainnya.

Claude Lévi-Strauss menyatakan bahwa budaya adalah sistem komunikasi dalam masyarakat.

Dia menafsirkan budaya manusia atas dasar teori linguistik, informasi, dan cybernetics




sumber:

1.  http://www.kompasiana.com/www.ilhamakbar.com/definisi-tujuan-dan-ruang-lingkup-antropologi_54f79c24a333119d1c8b458a

2. http://www.amazine.co/22243/ahli-antropologi-ketahui-5-antropolog-terkenal-dunia/